Meirizka Widjaja, ibunda Gregorius Ronald Tannur, divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia terbukti bersalah memberikan suap kepada hakim Pengadilan Negeri Surabaya untuk membebaskan anaknya dari kasus kematian Dini Sera. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman empat tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Putusan hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Perbuatan Meirizka dinilai telah mencemari nama baik peradilan dan tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi pemerintah.
Vonis Tiga Tahun Penjara untuk Ibunda Ronald Tannur
Majelis hakim menyatakan Meirizka Widjaja terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Ia terbukti memberikan suap kepada hakim untuk mempengaruhi vonis kasus anaknya.
Ketua Hakim, Rosihan Juhriah Rangkuti, dalam putusannya menyatakan bahwa perbuatan Meirizka telah mencederai marwah lembaga peradilan. Hal ini menjadi poin penting yang memberatkan hukumannya.
Hal yang Memberatkan dan Meringankan Hukuman
Perbuatan Meirizka yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis.
Namun, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan. Meirizka dianggap sebagai korban dari kuasa hukum anaknya, Lisa Rachmat, yang menyusun strategi suap tersebut.
Hakim menilai Meirizka, sebagai orang awam hukum, menjadi korban dari nasihat hukum yang salah dari pengacaranya.
Latar Belakang Kasus dan Tuntutan Awal
Kasus ini bermula dari upaya Meirizka untuk membebaskan anaknya, Ronald Tannur, dari kasus pembunuhan Dini Sera.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ia melalui kuasa hukumnya memberikan suap kepada hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.
JPU awalnya menuntut Meirizka dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan penjara.
Meirizka dinilai melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan, JPU, Nurachman Adikusumo, dari Kejaksaan Agung, menyatakan Meirizka terbukti bersalah atas dakwaan alternatif pertama.
Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Vonis
Selain mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, hakim juga melihat rekam jejak Meirizka yang bersih dari catatan kriminal.
Statusnya sebagai ibu rumah tangga dengan tanggungan keluarga juga menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan hukuman.
Akhirnya, Majelis Hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Putusan terhadap Meirizka, meskipun lebih ringan dari tuntutan, tetap menjadi penegasan bahwa tindakan korupsi tidak akan ditoleransi. Upaya pemberantasan korupsi membutuhkan kerjasama seluruh pihak, termasuk kesadaran masyarakat untuk menolak segala bentuk suap dan praktik tidak terpuji.





