BI Pertahankan Suku Bunga? Pakar UI Ungkap Alasannya!

BI Pertahankan Suku Bunga? Pakar UI Ungkap Alasannya!
Sumber: Kompas.com

Bank Indonesia (BI) dihadapkan pada dilema dalam menentukan suku bunga acuan (BI Rate) di tengah dinamika ekonomi global dan domestik. Inflasi yang terkendali dan penguatan nilai tukar rupiah memberikan ruang untuk pelonggaran moneter. Namun, ancaman eksternal seperti perang tarif AS-China masih membayangi.

Berbagai pihak memberikan pandangan berbeda terkait langkah yang tepat. Ada yang menyarankan mempertahankan BI Rate di 5,75 persen demi menjaga stabilitas, sementara yang lain mendorong penurunan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

LPEM FEB UI Sarankan BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) merekomendasikan BI mempertahankan BI Rate di level 5,75 persen.

Ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, berpendapat bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang terlalu dini berisiko menggoyahkan stabilitas rupiah yang baru-baru ini membaik.

Ia menekankan perlunya kehati-hatian dan memperhatikan sinyal moneter global, terutama dari The Fed. Keputusan BI perlu mempertimbangkan berbagai faktor secara komprehensif.

Meskipun inflasi telah kembali ke sasaran BI dan rupiah menunjukkan peningkatan stabilitas, ancaman dari ketegangan tarif dagang AS-China masih perlu diwaspadai.

Kebijakan tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, misalnya, berpotensi menciptakan ketidakpastian baru di pasar. Meskipun tensi AS-China mereda, dampak jangka panjangnya masih belum dapat diprediksi sepenuhnya.

The Fed sendiri masih mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,25 persen hingga 4,5 persen dalam pertemuan Mei 2025.

Riefky menyarankan BI untuk tetap waspada dan menggunakan perangkat stabilisasi yang diperlukan guna menjaga stabilitas makroekonomi Indonesia.

Pandangan Berbeda dari Ekonom Lain

Tidak semua ekonom sepakat dengan rekomendasi LPEM FEB UI. Beberapa pihak justru memprediksi penurunan BI Rate dalam waktu dekat.

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menyatakan bahwa stabilitas masih menjadi fokus utama BI, mengingat ketidakpastian akibat perang tarif dan sikap The Fed yang belum melonggarkan kebijakannya.

Ia juga memperhatikan perlambatan konsumsi, yang sebagian besar disebabkan oleh efek basis tinggi dari pemilu tahun lalu dan serapan belanja pemerintah yang belum optimal.

Potensi Penurunan BI Rate dan Pertimbangannya

Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, memproyeksikan penurunan BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2025.

Ia menilai volatilitas rupiah telah lebih terkendali berkat gencatan senjata sementara dalam perang tarif AS-China. Indonesia, menurutnya, membutuhkan suku bunga yang lebih rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Banjaran juga menekankan bahwa selisih suku bunga surat berharga Indonesia dengan negara-negara ASEAN lainnya masih cukup kompetitif.

Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, juga melihat ruang untuk pemangkasan BI Rate. Ia berpendapat bahwa tekanan terhadap rupiah telah mereda dibandingkan kuartal I 2025.

Inflasi juga masih berada dalam rentang sasaran BI, dan suku bunga acuan Indonesia masih kompetitif di banding negara lain.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, perdebatan mengenai BI Rate ini menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh BI dalam menyeimbangkan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan. Keputusan akhir BI akan sangat menentukan arah perekonomian Indonesia ke depan.

Perlu diingat, situasi ekonomi global yang dinamis dan tak terduga memerlukan strategi yang adaptif dan responsif dari Bank Indonesia. Pemantauan dan evaluasi berkelanjutan terhadap berbagai indikator ekonomi menjadi kunci dalam pengambilan keputusan yang tepat dan bijaksana.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *