Indonesia: Pahlawan Negosiasi Perjanjian Kesehatan Global, WHO Berdecak Kagum

Indonesia: Pahlawan Negosiasi Perjanjian Kesehatan Global, WHO Berdecak Kagum
Sumber: Idntimes.com

Indonesia berperan penting dalam negosiasi Perjanjian Pandemi (Pandemic Treaty) yang baru saja disahkan. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, secara khusus memuji kontribusi Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, atas dedikasinya dalam mendorong perjanjian tersebut. Peran aktif Indonesia ini menjadi sorotan di tengah perdebatan alot selama tiga tahun.

Menkes Budi, aktif mempromosikan pentingnya Pandemic Treaty dan Pandemic Fund dalam berbagai kesempatan di World Health Assembly (WHA) ke-78 di Jenewa.

1. Apresiasi WHO atas Peran Aktif Indonesia dalam Negosiasi Perjanjian Pandemi

Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan terima kasih langsung kepada Menkes Budi. Ia mengapresiasi kontribusi Indonesia dalam mendorong tercapainya kesepakatan tersebut.

Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Palais de Nations, Jenewa, saat berlangsungnya WHA ke-78 pada 20 Mei 2025. Menkes Budi juga menyampaikan beberapa usulan mewakili Indonesia.

Selain itu, ia melaporkan hasil pembahasan percepatan vaksin Tuberkulosis (TB), di mana ia dan Menkes Brasil bertindak sebagai pemimpin bersama dalam komite percepatan vaksin TB.

2. Menkes Budi: Dorongan untuk Pandemic Treaty dan Pandemic Fund

Menkes Budi aktif menjelaskan pentingnya Pandemic Fund dan Pandemic Treaty di berbagai sesi WHA ke-78. Ia hadir selama 2,5 hari di Jenewa.

Selain berpidato di sidang Paripurna WHA, ia juga menjadi pembicara di sembilan sesi pendamping. Delegasi Indonesia turut aktif dalam 92 sesi pendamping WHA 78.

Pengalaman Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 menjadi dasar argumennya. Ia menekankan dua tantangan utama: keterbatasan dana dan kesulitan mengakses peralatan medis.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Menkes Budi mendorong terbentuknya Pandemic Fund, diibaratkannya sebagai IMF di bidang kesehatan global. Ia menekankan perlunya akses yang adil dan merata terhadap kebutuhan medis darurat.

Pandemic Treaty, menurutnya, menjadi solusi untuk menjamin kesetaraan akses tersebut. Hal ini dianggap penting agar semua negara, terutama negara berkembang, dapat mengakses peralatan medis, terapi, dan vaksin yang dibutuhkan.

3. Perjanjian Pandemi Resmi Diadopsi: Suatu Kemenangan untuk Kesehatan Global

Setelah negosiasi intensif selama lebih dari tiga tahun, Perjanjian Pandemi akhirnya diadopsi secara konsensus dalam Rapat Paripurna WHA 78.

Meskipun Amerika Serikat tidak berpartisipasi, 124 negara anggota WHO mendukung perjanjian ini, 11 negara abstain.

Tedros menyatakan perjanjian ini sebagai kemenangan untuk kesehatan masyarakat dan kerja sama multilateral. Perjanjian ini bertujuan untuk melindungi dunia dari ancaman pandemi di masa depan.

Perjanjian ini menekankan akses yang adil dan tepat waktu terhadap vaksin, terapi, dan diagnostik. Produsen farmasi yang bergabung dalam sistem PABS akan berperan penting dalam hal ini.

Distribusi produk kesehatan akan didasarkan pada risiko dan kebutuhan kesehatan masyarakat, dengan prioritas khusus pada negara berkembang.

Perjanjian Pandemi WHO ini merupakan perjanjian hukum internasional kedua yang dinegosiasikan berdasarkan Pasal 19 Konstitusi WHO. Perjanjian pertama adalah Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau.

Dengan disahkannya perjanjian ini, diharapkan dunia dapat lebih siap menghadapi pandemi di masa mendatang dan memastikan akses yang adil terhadap sumber daya kesehatan bagi seluruh negara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *