Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengambil beberapa keputusan kebijakan yang cukup kontroversial. Keputusan ini, mulai dari penolakan kenaikan PPN hingga penghentian izin tambang nikel di Raja Ampat, telah memicu beragam reaksi publik. Beberapa pihak menilai tindakan Presiden sebagai intervensi berlebihan, bahkan menudingnya sebagai “pahlawan kesiangan”. Namun, pandangan ini perlu dikaji lebih dalam.
Seorang pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, melihat tindakan Presiden sebagai kepemimpinan yang adaptif dan taktis. Ia menekankan bahwa di tengah kompleksitas masalah negara, keberanian untuk mendengarkan aspirasi rakyat dan bertindak cepat merupakan hal yang patut diapresiasi. Respon cepat pemerintah terhadap keresahan publik bukanlah tanda kelemahan, melainkan cerminan negara demokratis yang responsif.
Kepemimpinan Adaptif di Tengah Gemuruh Narasi
Pakar Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai tindakan Presiden Prabowo dalam menanggapi berbagai polemik kebijakan sebagai bentuk kepemimpinan yang adaptif dan taktis. Kecepatan dan ketegasan dalam merespon aspirasi publik menunjukkan komitmen pemerintah terhadap demokrasi yang berpihak pada rakyat.
Respon cepat pemerintah terhadap aspirasi masyarakat, seperti penolakan wacana kenaikan PPN dan penghentian izin tambang nikel di Raja Ampat, menunjukkan komitmen Presiden Prabowo terhadap kepentingan rakyat. Kepemimpinan yang responsif ini justru patut diapresiasi di tengah kompleksitas permasalahan negara.
Disinformasi Sistematis: Ancaman Terhadap Kepemimpinan yang Responsif
Tuduhan “pahlawan kesiangan” dan berbagai narasi negatif yang menyertai keputusan Presiden Prabowo tidak muncul begitu saja. Terdapat aktor-aktor yang sengaja menyebarkan disinformasi untuk mengarahkan opini publik. Pengakuan advokat Wilmar Group, Marcella Santoso, yang terlibat dalam penyebaran isu negatif terhadap Kejaksaan Agung dan pemerintah, menjadi bukti nyata.
Kampanye disinformasi ini melibatkan isu-isu yang lebih luas, termasuk menyudutkan pemerintah melalui isu revisi RUU TNI dan gerakan “Indonesia Gelap”. Tujuannya jelas, yakni melindungi kepentingan pihak-pihak tertentu, termasuk para koruptor yang merasa kepentingannya terancam. Membedakan kritik konstruktif dari kampanye disinformasi sistematis menjadi sangat penting.
Pentingnya Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga
Agar kebijakan publik berjalan efektif dan terhindar dari polemik yang berulang, koordinasi antar kementerian dan lembaga perlu ditingkatkan. Proses uji publik yang transparan dan matang akan meminimalisir intervensi Presiden sebagai korektor akhir.
Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan akan lebih terukur dan mengakomodasi kepentingan publik. Kejelasan komunikasi publik akan mencegah terjadinya kesalahpahaman dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Koordinasi yang baik juga akan mengurangi potensi munculnya narasi negatif yang tidak berdasar.
Pemerintah perlu memperkuat ketahanan komunikasi publik, bukan untuk membungkam kritik, tetapi untuk memastikan informasi yang sampai ke masyarakat akurat dan tidak menyesatkan. Hal ini penting agar publik tidak terjebak dalam narasi palsu yang bertujuan melindungi kepentingan sempit. Kepemimpinan Presiden Prabowo yang adaptif dan responsif harus didukung dengan sistem pemerintahan yang terkoordinasi dan transparan. Hanya dengan begitu, kepemimpinan yang berpihak pada rakyat dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.