Kardiologi Anak Indonesia: Layanan Minim, Butuh Perhatian Segera

Kardiologi Anak Indonesia: Layanan Minim, Butuh Perhatian Segera
Sumber: Kompas.com

Indonesia menghadapi tantangan serius dalam penanganan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) pada anak. Data terbaru dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan kesenjangan besar antara jumlah bayi yang lahir dengan PJB dan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai.

Setiap tahunnya, sekitar 50.000 bayi di Indonesia terlahir dengan PJB. Namun, hanya sekitar 7.500 bayi yang mendapatkan penanganan medis yang dibutuhkan, baik berupa tindakan bedah maupun non-bedah. Ini mengungkapkan ketidakmampuan sistem kesehatan dalam mengatasi masalah kesehatan kritis ini.

Kesenjangan Akses Layanan Kesehatan Jantung Anak

Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi Pengurus Pusat IDAI, dr. Rizky Adriansyah, menjelaskan bahwa dari 50.000 kasus PJB, sekitar 12.000 di antaranya merupakan kasus kritis yang memerlukan penanganan segera.

Ketidakmampuan menangani jumlah kasus sebanyak ini menunjukkan adanya kesenjangan akses yang signifikan terhadap layanan kesehatan jantung anak di Indonesia. Ribuan anak terancam masa depannya karena keterbatasan akses ini.

Kondisi ini bukan hanya masalah angka, tetapi juga menyangkut masa depan anak-anak Indonesia. Kehilangan kesempatan mendapatkan perawatan tepat waktu berdampak jangka panjang pada kesehatan dan kualitas hidup mereka.

Distribusi Layanan yang Tidak Merata dan Minimnya SDM

Ketimpangan distribusi layanan kesehatan jantung anak menjadi faktor utama yang menyebabkan terbatasnya penanganan PJB di Indonesia.

Beberapa provinsi bahkan belum memiliki layanan bedah jantung anak sama sekali. Situasi ini diperparah dengan terus meningkatnya jumlah kasus setiap tahunnya.

Selain kurangnya fasilitas bedah, banyak daerah juga kekurangan ICU khusus jantung anak (PCICU), cath-lab yang memadai, dan obat-obatan penting seperti prostaglandin IV.

Minimnya tenaga medis terlatih juga menjadi masalah besar. Saat ini, Indonesia hanya memiliki sekitar 105 dokter spesialis jantung anak secara nasional. Angka ini sangat jauh berbeda dengan Amerika Serikat yang menambahkan sekitar 90 ahli baru setiap tahunnya, sementara Indonesia hanya menambah 4-6 orang per tahun.

Strategi IDAI dalam Mengatasi Permasalahan

Menyadari kesenjangan ini, IDAI menjalankan beberapa strategi untuk meningkatkan akses layanan kesehatan jantung anak.

Salah satu fokus utama adalah pelatihan skrining dan diagnosis dini PJB bagi tenaga medis di tingkat primer, termasuk dokter umum, perawat, dan bidan.

Program pelatihan *Indonesian Newborn Pulse Oximetry Screening Training* (INPOST) diberikan kepada tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer (FKTP) untuk deteksi dini PJB.

IDAI juga mengadakan pelatihan ekokardiografi dasar bagi dokter spesialis anak di seluruh Indonesia.

Selain pelatihan, IDAI juga mengembangkan program intervensi terstruktur seperti *Flying Doctor* dan *Proctorship* untuk memperluas jangkauan layanan dan meningkatkan keahlian tenaga medis di daerah terpencil.

Upaya berkelanjutan dan komprehensif diperlukan untuk mengatasi kesenjangan akses layanan kesehatan jantung anak di Indonesia. Kerja sama antar pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia internasional sangat penting untuk memastikan setiap anak Indonesia memiliki kesempatan hidup yang sehat dan berkualitas.

Dengan peningkatan akses pelayanan kesehatan, pelatihan tenaga medis, dan peningkatan fasilitas kesehatan, Indonesia dapat mengurangi angka kematian akibat PJB pada anak dan memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Pos terkait