Tragedi Enggano: 4000 Jiwa Terisolasi, Panen Busuk, Butuh Bantuan Segera

Tragedi Enggano: 4000 Jiwa Terisolasi, Panen Busuk, Butuh Bantuan Segera
Sumber: Liputan6.com

Pulau Enggano, sebuah pulau terpencil di Samudra Hindia, tengah menghadapi krisis kemanusiaan. Seorang jurnalis yang berada di pulau tersebut, menggambarkan situasi darurat yang dialami penduduknya melalui unggahan media sosial. Kondisi ini telah berlangsung selama empat bulan, sejak Maret 2025.

Gambar-gambar yang beredar memperlihatkan tumpukan pisang busuk yang dibuang ke laut, menunjukkan betapa parahnya dampak isolasi yang dialami pulau yang dihuni sekitar 4.000 jiwa ini. Hasil panen membusuk karena kesulitan dalam transportasi.

4.000 Penduduk Pulau Enggano Terisolasi

Isolasi Pulau Enggano disebabkan oleh pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai di Kota Bengkulu. Hal ini menghentikan akses transportasi laut, baik untuk penumpang maupun barang.

Akibatnya, pulau ini terputus dari akses kebutuhan pokok, dan pelayanan kesehatan. Warga yang sakit kesulitan mendapatkan perawatan, sementara hasil pertanian membusuk tanpa bisa diangkut.

Jurnalis Harry Siswoyo melalui akun Instagramnya @harry_siswoyo, mengungkapkan keprihatinan atas kondisi ini. Ia menyebut ekonomi lokal perlahan sekarat.

Butuh Kapal Alternatif untuk Mengatasi Krisis

Warga Enggano mendesak pemerintah untuk menyediakan kapal alternatif. Mereka berharap agar hasil bumi dapat diangkut dan warga yang sakit bisa mendapatkan pertolongan.

Pemerintah Bengkulu dinilai hanya menunggu proses pengerukan alur pelabuhan selesai. Padahal, menurut warga, banyak kapal alternatif yang bisa digunakan untuk sementara waktu.

Pada awal Juni 2025, Kapal Ferry Pulo Tello berhasil berlayar ke Enggano, namun hanya mampu mengangkut penumpang. Kapal tersebut terpaksa bersandar di tengah laut, dan penumpang dipindahkan menggunakan kapal Basarnas.

Meskipun pengangkutan penumpang sudah teratasi, pengangkutan barang masih menjadi masalah besar. Hasil bumi seperti pisang, kakao, pinang, dan lainnya membusuk karena tidak bisa diangkut.

Pemerintah enggan menyediakan kapal alternatif khusus untuk mengangkut barang. Situasi ini semakin mempersulit kehidupan ekonomi masyarakat Pulau Enggano.

Beban Berat Warga Akibat Mahal Biaya Transportasi

Warga yang memiliki relasi dengan penampung di Bengkulu terpaksa mengeluarkan biaya besar, hingga Rp20 juta, untuk menyewa kapal nelayan. Hanya mereka yang mampu yang bisa menyelamatkan hasil panen mereka.

Mereka yang tidak mampu hanya bisa melihat hasil panen membusuk. Padahal, Pulau Enggano memiliki potensi pertanian yang besar.

Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bahkan berhasil menanam padi Gamagora, varietas unggul yang tahan terhadap cekaman lingkungan dan memiliki hasil panen tinggi.

Padi Gamagora diharapkan mampu meningkatkan ketahanan pangan lokal di Enggano. Namun, tanpa akses transportasi yang memadai, potensi ini tetap terhambat.

Dosen Pembimbing Lapangan KKN UGM, Hatma Suryatmojo, mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan memperkuat kedaulatan pangan lokal.

Mayong, sapaan akrab dosen pembimbing, menambahkan bahwa program KKN UGM di Enggano juga menitikberatkan pada kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.

Ia menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur, seperti akses jalan, pelabuhan yang berfungsi baik, dan jaringan komunikasi yang stabil, untuk mendukung kemandirian pangan di Pulau Enggano.

Keberhasilan program KKN UGM ini menjadi bukti potensi Pulau Enggano, namun krisis transportasi menjadi penghambat utama. Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkrit untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kesejahteraan masyarakat Pulau Enggano.

Pos terkait