Untuk pertama kalinya, dua kapal induk China terpantau beroperasi bersamaan di Samudra Pasifik. Kejadian ini menandai peningkatan signifikan kemampuan militer Beijing di wilayah yang jauh dari daratan utamanya. Kementerian Pertahanan Jepang melaporkan aktivitas tersebut, mengingatkan dunia akan ambisi maritim China yang terus berkembang.
Kehadiran dua kapal induk raksasa ini di perairan Pasifik bukan hanya sekadar manuver militer biasa. Ini menunjukkan kapabilitas dan ambisi China yang semakin kuat dalam memproyeksikan kekuatannya ke luar wilayahnya.
Dua Kapal Induk China Berlayar di Samudra Pasifik: Manuver Militer yang Signifikan
Kementerian Pertahanan Jepang, dalam pernyataan resminya pada Senin (9/6/2025), mengungkapkan penampakan kapal induk Shandong dan Liaoning di perairan Pasifik. Ini merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kapal induk Shandong, bersama empat kapal perang lain termasuk kapal penghancur rudal, terdeteksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang di sekitar Okinotori, atol terpencil di Pasifik.
Kementerian Pertahanan Jepang menegaskan bahwa Shandong mampu melakukan lepas landas dan pendaratan jet tempur dan helikopter militer.
Lima kapal perang tersebut juga terlihat berlayar pada Sabtu (7/6/2025) sekitar 550 kilometer tenggara Pulau Miyako, dekat Taiwan.
Kapal Induk Liaoning: Melintasi “Gugusan Pulau Kedua”
Selain Shandong, kapal induk Liaoning juga melakukan manuver di wilayah tersebut. Liaoning dan armadanya memasuki ZEE Jepang di perairan Pasifik sebelum melakukan latihan yang melibatkan jet tempur.
Pergerakan Liaoning ke arah timur merupakan peristiwa penting. Ini menandai pertama kalinya kapal induk China melintasi apa yang disebut para pejabat Jepang dan AS sebagai “gugusan pulau kedua” di Pasifik.
Wilayah ini membentang dari Kepulauan Ogasawara Jepang hingga wilayah AS di Guam, menjadi titik strategis dalam peta geopolitik kawasan.
Implikasi Geopolitik dan Respon Internasional
Kehadiran dua kapal induk China di perairan Pasifik memicu kekhawatiran di kalangan negara-negara regional dan internasional. Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan Asia-Pasifik mengamati perkembangan ini dengan seksama.
Para pejabat pertahanan Jepang dan AS menilai bahwa China berupaya memperluas pengaruh militernya dan mendorong mundur kekuatan Amerika Serikat dari kawasan tersebut.
Strategi China, menurut para pejabat, adalah untuk mendominasi wilayah di sebelah barat “gugusan pulau kedua”, menunjukkan ambisi untuk mengontrol jalur pelayaran vital dan wilayah strategis di Samudra Pasifik.
Insiden kapal perang China yang berlayar di antara dua pulau Jepang dekat Taiwan pada September 2024, menunjukkan peningkatan agresivitas China dalam menegaskan klaim teritorialnya.
Tokyo saat itu menyatakan “kekhawatiran serius” terhadap tindakan tersebut. Kejadian ini menjadi preseden bagi insiden terbaru yang melibatkan dua kapal induk China.
Manuver kapal induk China ini semakin memperkuat kekhawatiran global terhadap meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.
Penting bagi semua negara untuk terus berkomitmen pada dialog dan diplomasi untuk mencegah eskalasi konflik dan menjaga stabilitas regional.
Ketegangan di Laut China Selatan dan perairan sekitar Taiwan juga semakin meningkat belakangan ini, menambah kompleksitas situasi geopolitik di kawasan tersebut.
Kejadian ini menandai babak baru dalam dinamika kekuatan maritim di kawasan Indo-Pasifik. Pemantauan ketat terhadap aktivitas militer China dan upaya diplomasi yang intensif akan sangat krusial dalam menjaga stabilitas regional di masa mendatang.
									
													




