Penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami penurunan signifikan pada Mei 2025. Data Gaikindo menunjukkan angka penjualan mobil listrik (wholesale sales) hanya mencapai 6.334 unit, turun sekitar 14 persen dibandingkan bulan April yang mencapai 7.690 unit. Penurunan ini menjadi perhatian mengingat optimisme awal terhadap pertumbuhan pasar kendaraan listrik di Indonesia.
Faktor-faktor penyebab penurunan ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk merumuskan strategi yang tepat dalam mendorong pertumbuhan industri otomotif ramah lingkungan. Memahami penyebab penurunan ini penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk mengembangkan kebijakan dan strategi pemasaran yang lebih efektif.
Analisis Penyebab Penurunan Penjualan Mobil Listrik
Penurunan penjualan mobil listrik di Mei 2025, menurut Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor utamanya adalah profil pembeli mobil listrik yang bukan merupakan pembeli mobil pertama.
Banyak konsumen yang membeli mobil listrik sebagai kendaraan kedua atau ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa penetrasi mobil listrik sebagai kendaraan utama masih terbatas.
Konsentrasi pasar mobil listrik juga masih terpusat di Jakarta. Banyak pembelian dilakukan untuk menghindari kebijakan ganjil genap. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan apakah pasar mobil listrik sudah mulai jenuh di wilayah tersebut atau ada faktor lain yang belum teridentifikasi.
Harga jual mobil listrik juga menjadi kendala utama. Mayoritas mobil listrik di pasaran masih dibanderol di atas Rp 400 juta hingga Rp 500 jutaan. Harga tersebut masih terlalu tinggi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kebutuhan masyarakat akan mobil listrik dengan harga di bawah Rp 300 juta sangat besar. Sayangnya, daya beli masyarakat kelas menengah, yang diperkirakan sekitar 11 juta orang, juga terdampak kondisi ekonomi.
Performa Penjualan Merek dan Model Mobil Listrik
BYD Sealion 7 menjadi model mobil listrik terlaris di Mei 2025 dengan penjualan 1.232 unit. Meskipun menjadi yang terlaris, angka ini tetap menunjukan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 1.792 unit.
BYD M6 menempati posisi kedua dengan penjualan 1.184 unit. Posisi ketiga hingga kesepuluh ditempati oleh berbagai merek seperti Denza D9 (630 unit), Chery J6 (580 unit), Wuling Air ev dan Cloud EV (masing-masing 419 unit), Geely EX5 (377 unit), Hyundai Ioniq 5 (226 unit), Wuling Binguo EV (210 unit), dan BYD Seal (203 unit).
Dominasi merek-merek asal Tiongkok sangat terlihat dalam daftar penjualan ini. Hanya Hyundai Ioniq 5 yang mewakili merek non-Tiongkok di sepuluh besar. Hal ini menunjukkan besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh produsen mobil listrik asal Tiongkok.
Harapan dan Tantangan ke Depan untuk Industri Mobil Listrik Indonesia
Gaikindo berharap kondisi penjualan mobil listrik dapat pulih di masa mendatang. Namun, pemulihan tersebut membutuhkan dukungan kebijakan makro ekonomi yang lebih luas, tidak hanya fokus pada industri otomotif saja.
Kondisi ekonomi makro secara keseluruhan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan pemerintah yang komprehensif untuk meningkatkan daya beli dan memperluas pasar mobil listrik ke luar Jakarta.
Prediksi penjualan mobil listrik hingga akhir tahun masih sulit dilakukan. Keberhasilan pemulihan penjualan sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, dan strategi pemasaran para pelaku industri.
Secara keseluruhan, penurunan penjualan mobil listrik di Mei 2025 menjadi sinyal penting bagi seluruh pemangku kepentingan. Kombinasi harga yang masih tinggi, daya beli masyarakat yang tertekan, dan belum meratanya pasar di luar Jakarta menjadi tantangan yang harus diatasi bersama untuk mewujudkan target elektrifikasi kendaraan di Indonesia. Upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku industri, dan konsumen sangat diperlukan untuk membangun ekosistem yang berkelanjutan bagi industri mobil listrik di Tanah Air.
